2
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ
اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا
بَعْدُ, فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ b وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ,
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah,
kami memuji-Nya, seraya memohon
pertolongan dan ampunan-Nya, dan kami
memohon perlindungan Allah dari keburukan-keburukan nafsu kami dan dari akibat
buruk perilaku kami.
Barangsiapa yang telah diberi petunjuk oleh Allah kepadanya, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang telah disesatkan, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk
kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah melainkan Allah saja,
tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad B adalah
hamba dan utusan-Nya.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan
Islam.
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak, dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia
telah mendapat kemenangan yang besar.
Ammaa
ba’du,
Hadirin
rahimakumullah, khususnya kedua Mempelai
yang diberkahi oleh Allah,
Itulah khutbah Nikah dari Nabi B ketika
menikahkan putri tercintanya Fatimah az-Zahra,
intinya adalah pesan Taqwa.
Kenapa Taqwa? Karena orang yang
paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa.
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu.” (Q. S. Al-Hujurat : 13).
Taqwa dapat dipahami dalam pengertian sederhana, yaitu menjalani segala perintah Allah dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Termasuk, perintah melaksanakan
pernikahan, dan menjauhi pergaulan bebas
dan perzinahan.
Rasulullah B telah
bersabda, sesuai dengan hadits dari
Abdullah bin Masud :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ. مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ .
“Wahai para Pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu
menikah, menikahlah. Karena sesungguhnya dengan menikah dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.
Barangsiapa yang belum mampu,
hendaklah dia berpuasa, karena
sesungguhnya puasa dapat menjadi benteng baginya.”
Jadi perintah menikah
ini, sekaligus perintah untuk selalu
menjaga pandangan dan menjaga kehormatan/ kemaluan, artinya jangan sekali-kali melakukan
perzinahan. Dan perintah menikah
ini, tentunya bukan bagi jejaka
saja, tetapi termasuk juga para
Duda. Justru kalau tidak menikah, berarti termasuk kategori orang yang membenci
sunnah Nabi, dan bagi yang membenci
sunnah Nabi, maka tidak layak masuk
golongan Umat Nabi Muhammad B.
وَعَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ { أَنَّ النَّبِيَّ
b حَمِدَ اللَّهَ ,
وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : " لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ ,
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Bahwasanya Nabi B setelah memuji Allah dan
menyanjungnya, lalu bersabda : “Tetapi
aku sholat dan juga tidur, aku puasa dan
juga tidak puasa, dan aku juga menikahi
wanita. Barangsiapa yang membenci
sunnahku, maka bukanlah dia termasuk
golonganku.“
Hadirin rahimakumullah, khususnya kedua Mempelai yang diberkahi oleh Allah
Akad Nikah hakikatnya merupakan Janji agung di hadapan Tuhan
Yang Maha Agung, yang harus
dipertanggungjawabkan. Dalam Al-Quran S.
An-Nisa‘: 21, Allah menjelaskan bahwa ikatan perkawinan antara suami – istri
sebagai مِيثَاقًا غَلِيظًا (perjanjian yang kuat). Maka hendaknya
janji agung ini kita pegang dengan teguh.
Allah telah mengingatkan dalam Al-Quran S. Al-Isra‘ : 34,
وَأَوْفُوا
بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولاً
“Dan penuhilah
janji; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.“
Maka hendaklah sepasang suami-istri mentaati aturan Allah
ketika menjalankan perannya selaku suami/ istri. Seorang suami wajib memperlakukan istrinya
dengan ma’ruf/ patut/ sebaik-baiknya. Allah
telah mengingatkan dalam Al-Quran S. An-Nisa‘: 19,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Namun perlu diingat,
dalil ini ditujukan untuk suami, bukan untuk istri. Kalau istri menggunakan dalil ini, nanti
dikhawatirkan dia akan seenaknya kepada suaminya.
Sedangkan dalil yang harus dipedomani seorang istri
adalah, bahwa seorang istri wajib taat
kepada suaminya. Bahkan Rasulullah
menggambarkan, seandainya manusia boleh bersujud kepada manusia yang lain, maka aku perintahkan seorang istri sujud
kepada suaminya. Itu hanya gambaran
bagaimana seorang istri wajib mentaati suaminya, dan tentu saja sujud hanya untuk Allah
saja. Dan sekali lagi, dalil ini untuk istri bukan untuk suami. Kalau suami menggunakan dalil ini, bisa-bisa suami sewenang-wenang kepada
istrinya.
Maka jangan salah memilih pedoman/ dalil.
Hadirin
rahimakumullah, khususnya kedua Mempelai
yang diberkahi oleh Allah,
Allah melukiskan dengan indah peran suami/ istri dalam
Al-Qur’an, bahwa seorang istri merupakan pakaian bagi suaminya, demikian juga seorang suami merupakan pakaian
bagi istrinya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an S. Al-Baqarah : 187,
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ
لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka
(istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.“
Dapat kita pahami, bahwa pakaian
berfungsi menutup aurat dan kekurangan jasmani manusia, jadi demikianlah pasangan suami – istri, masing-masing pakaian bagi yang lain, artinya mereka harus saling melengkapi, saling menutupi kekurangan dan aib
pasangannya. Demikian juga, masing-masing harus saling melindungi dari
segala permasalahan pasangannya.
Hadirin
rahimakumullah, khususnya kedua Mempelai
yang diberkahi oleh Allah,
Kalau pasangan suami/ istri mau/ mampu memerankan perannya masing-masing
sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya,
sebagaimana saya sampaikan di muka,
bukan tidak mungkin kehidupan rumah
tangganya akan berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah war-rahmah, sarat dengan
kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan
saling mengerti. Sesuai dengan firman
Allah dalam Al-Qur’an S. Ar-Rum : 21,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Akhirnya, saya ingin menyampaikan suatu Doa yang
diajarkan oleh Rasulullah B
untuk disampaikan kepada Pengantin :
بَارَكَ اللهُ لَكَ
وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ
بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ
“Semoga Allah memberkahimu, dan semoga keberkahan atas kamu selamanya, serta menyatukan kamu sekalian dalam
kebaikan.” (HR Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Hendaknya Doa ini kita panjatkan pada saat selesai Akad Nikah (ijab kabul).
Dan ada satu Doa lagi yang hendaknya dibaca oleh Orang yang telah
mendapatkan pasangan hidupnya :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا، وَخَيْرَ
مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا، وَشَرِّ مَاجَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu kabaikannya (istriku), dan
kebaikan dari apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari
keburukannya (istriku) dan keburukan dari apa yang telah Engkau ciptakan dalam
wataknya.” (HR Abu Daud).
Dan bagi kita semua, terutama kedua calon mempelai, doa yang hendaknya kita mohonkan kepada Allah
ketika kita malakukan hubungan suami-istri,
yaitu:
بِسْمِ اللَّهِ . اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah.
Ya Allah, jauhkanlah kami dari
setan, dan jauhkanlah setan dari anak
yang Engkau karuniakan kepada kami.” (Muttafaq alaih).
Demikianlah khutbah yang saya sampaikan, semoga Allah senantiasa membimbing kita, agar dalam mengarungi kehidupan ini selalu
mentaati rambu-rambu-Nya. Dan semoga pernikahan
kedua mempelai, mendapat ridha
Allah, dan diberkahi oleh-Nya, serta keduanya disatukan dalam kebaikan, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar